Jumat, 24 Juni 2016

#Ramadhan2016#ShareStory2#

Memasuki hari ke-19 Ramadhan di tahun 2016 rasanya semakin menyadarkan saya betapa begitu cepatnya Ramadhan ini berlalu. Masih banyak ibadah yang belum maksimal saya lakukan, padahal niatnya sih ingin betul-betul pol dalam melakukan segala ibadah. Meskipun begitu, ada satu hal yang sangat berbeda dari Ramadhan tahun lalu. Kalau tahun lalu rasanya saya masih berada di keterpurukan akibat depresi, di tahun ini keinginan saya untuk bangkit sangat tinggi sehingga dalam setiap do'a selalu saya sisipkan keinginan saya untuk sembuh.

Itulah sakit jiwa, tidak ada orang yang tahu. Kalau yang sakit fisik kita, tentu orang lain dengan mudah mengetahuinya. Tapi kalau yang berpenyakit itu jiwa kita, siapa yang sangka? Orang lain bisa saja meng-underestimate kita karena secara fisik tampak sehat. Sedikit melenceng, karena saya pernah (dan masih) mengalami salah satu jenis penyakit jiwa, saya jadi kepingin punya anak yang berprofesi sebagai psikolog atau psikiater, karena menurut saya membantu orang yang jiwanya terganggu sungguh bukanlah perkara mudah. (kalau-kalau ada psikiater atau psikolog yang baca, btw saya sangat kagum dengan anda!!)

Balik lagi ke Ramadhan 2016, jujur Ramadhan kali ini penuh naik turun emosi. Bukan artian saya gampang marah, tapi lebih ke jiwa sensitif saya yang diuji. Jadi singkat cerita, karena depresi yang saya alami ini sudah berlangsung sejak tahun 2011-an, alhasil banyak aktivitas saya yang terganggu, termasuk skripsi saya. Jujur, orangtua saya tidak pernah tahu apa yang saya alami, yang mereka tahu adalah kalau anaknya ini baik-baik saja. Tentang skripsi pun mereka tidak banyak bertanya, entah karena terlalu percaya ataupun kelewat cuek, saya juga tidak tahu. Hingga tiba-tiba di awal Ramadhan ini, ayah saya tiba-tiba menanyakan masalah akademik saya. Ya memang beliau mudah sekali emosi, sambil marah-marah beliau menanyakan skripsi saya, sambil bilang mau nekad ke kampus untuk menghadap dosen pembimbing saya.

Lah, dalam hati saya bilang gini "Ayah sama ibu sama sekali nggak tahu apa yang saya hadapi. Lagian baru ngeh kalau skripsi saya nggak kelar-kelar? Baru sekarang ada niatan kayak gitu? kemana aja..". Karena sakit hati, saya tegas bilang kepada ayah saya "Nggak usah!". Zzzz..bener-bener sahur yang mencekam. Habis cekcok sahur itu, lumayan lah sekitar dua hari nggak ngomong sama ayah, walaupun ayah keliatan banget pdkt buat baikan.

Habis selisih paham pas sahur itu, saya langsung tahajud dengan tujuan curhat sama Allah, ingin minta yang terbaik. Aduh, rasanya sakit hatinya makin keluar pas cerita sama Allah. Sambil nangis-nangis dan hidung yang meler (hehe). Sambil nunggu adzan subuh saya pol-polin banget pokoknya curhat sama Allah. Saya yang udah putus asa, bingung mau apa, udah gak jelas arah hidupnya pokoknya minta Allah tunjukkin jalan yang bener-bener Allah ridhai.

Kejadian itu kira-kira terjadi di hari ke-4 Ramadhan, masih awal banget kan? Dan hari ini, di hari ke-19 Ramadhan Allah bener-bener jawab setiap do'a dan tangisan saya. Tiba-tiba aja dosen pembimbing saya datang ke rumah. Ya Allah begitu bertemu beliau refleks saya cuma bisa memeluk beliau, menangis dan meminta maaf pada beliau. Begitu mudahnya Allah menolong hamba-Nya, padahal saya baru mendekat sedikit pada-Nya, itu juga kadang masih suka mulai ngejauh lagi. Speechless..saya cuma bisa duduk mendengarkan nasihat beliau. Beliau sangat ingin melihat saya lulus, karen beliau tahu saya bukan mahasiswa yang bermasalah dalam nilai akademik. Beliau sangat memperjuangkan saya, bener-bener seperti anak atau adik beliau.

Intinya saya masih terselamatkan dari drop out, kata yang selalu menjadi mimpi buruk saya sejak beberaa bulan terakhir. Gantinya, saya harus mau untuk banting tulang selama 1,5 bulan kedepan, merelakan waktu leha-leha saya. Setelah mengantar beliau pulang, saya langsung sujud syukur pada Allah..begitu mudah jika Allah meridhoi hamba-Nya mendapat pertolongan, padahal beberapa jam yang lalu saya masih berada dalam kekalutan. Memang seterusnya adalah keputusan saya, tapi dari apa yang terjadi hari ini sangat-sangat menyadarkan saya bahwa saya tidak mau lagi tidak melibatkan Allah dalam hidup saya. Ada janji yang harus saya tepati kepada orangtua saya, kedua dosen pembimbing saya, kepada dosen-dosen juga bapak ibu yang memperjuangkan saya di kampus, kepada teman-teman saya, juga pastinya kepada Allah.

Sambil menulis, masih ada rasa haru kalau teringat kejadian tadi siang. Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengabul Do'a, Maha Pengampun, dan Maha Segalanya..
Semoga hari-hari yang akan saya jalani selanjutnya akan selalu penuh syukur pada-Nya. Saya ingin Ramadhan tahun ini betul-betul menjadi Ramadhan terindah dalam 24 tahun kehidupan saya. Masih ada niatan ingin i'tikaf..semoga Allah sehatkan saya dan semoga Allah mudahkan segala urusan saya..aamiin.

Selasa, 21 Juni 2016

#Ramadhan2016#ShareStory1#

Selasa siang saya sengaja pergi keluar rumah untuk melepaskan penat, hitung-hitung berusaha menghindari kekambuhan depresi saya. Sebetulnya sih selama Ramadhan ini emosi saya cenderung stabil, tapi tetep aja kadang-kadang gejala menuju 'kesana' suka muncul tiba-tiba. Saya keluar rumah sengaja dekat-dekat waktu dzuhur, sengaja ingin ikut shalat berjamaah di salah satu masjid di kota Bandung. Selain suasana Ramadhannya berasa banget dan banyak orang yang shalat berjamaah, saya sengaja menantikan tausyiah ba'da dzuhur dari ustad. Lumayan kan charge jiwa gratis, biar adem.

Setelah shalat, saya tetap duduk di tempat menunggu sang ustad memberikan tausyiah. Eh tanpa disangka ternyata hari itu yang memberikan tausyiahnya orang spesial, seorang syekh dari Palestina. Beliau bernama Syekh Aiman. Terlepas apakah beliau terkenal atau tidak, saya pribadi merasa beruntung banget bisa mendengar tausyiah dari seorang syekh asal negeri yang selalu Allah ceritakan dalam Al-Qur'an.

Suara beliau adeeeem banget. Meskipun saya nggak paham beliau ngomong apa (tapi ada penerjemah sih) dan bahasa arabnya sangat cepat, tapi Masya Allah, lembut sekali beliau berbicara. Di balik mimbar beliau berbagi cerita dan berusaha menyamakan paham antar muslim mengenai Palestina. 

Beliau menceritakan tentang keadaan Palestina sekarang, yang menurut saya ternyata jauh lebih membuat hati miris dibandingkan apa yang saya ataupun media-media bayangkan. Beliau dan keluarga kini mengungsi ke Yordania karena rumah mereka sudah hancur. Beliau juga menceritakan bahwa kondisi Palestina sangatlah menyedihkan, mulai dari jatah listrik yang hanya menayala 2 jam/hari, 60% penduduk yang pengangguran, minimnya fasilitas kesehatan, sulitnya pasokan air bersih karena pipa-pipa air dalam tanah distop oleh zionis, tidak adanya ekspor impor sehingga mereka sangat kekurangan bahan pangan dan pakaian, dan masih banyak lagi. Saya yang mendengar dan membayangkannya saja sudah membuat saya beristighfar, betapa kehidupan saya disini begitu melimpah dibandingkan saudara-saudara kita di Palestina, terutama jalur Gaza.

Tapi yang membuat saya kagum adalah keistimewaan para muslim di Palestina yang pasti semuanya adalah Hafizh (iri berat!). Dalam kondisi perang dan listrik yang hanya menyala selama 2 jam, mereka semua bisa hafal al-Qur'an. Lah saya, juz 30 saja masih gampang lupa jika tidak rajin murojaah. Tapi ya itulah keistimewaan yang Allah beri pada mereka. Untuk menghadapi zionis tentu tidak hanya dibutuhkan fisik yang kuat, tapi juga sangat membutuhkan keimanan yang sangat tebal dan kuat. Selain hafizh, sudah terbukti bahwa mereka jelas sangat memiliki mental yang kuat (iri..sangat iri).

Beliau juga mengatakan bahwa setiap hari para penduduk Palestina selalu berdo'a tanpa henti agar Allah menyegerakan kemenangan umat Islam atas penindasan zionis selama ini. Ya, umat islam. Karena yang sedang dilanda perang adalah negeri yang Allah cintai lho. Disanalah kiblat pertama umat islam berada, Masjil Aqsha..bukankah seharusnya itu membuktikan bahwa kemenangannya adalah tanggung jawab seluruh umat islam di dunia?

Mungkin saya juga kebanyakan muslim  di dunia banyak yang bingung harus membantu dengan cara apa. Tapi beliau menegaskan "Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan yang anda-anda berikan. Nama Indonesia sangat kami kenal disana, meskipun kami tidak pernah bertemu dengan anda-anda, saudara kami, secara langsung. Ingatlah bahwa harta yang anda berikan untuk membantu kami adalah bentuk perjuangan anda di jalan Allah. Mewakili saudara-saudara saya di Palestina saya mengucapkan Jazakallah khairan katsiran." Ya Allah, rasanya pengen nangis denger syekh bilang gitu. Ternyata infak kita yang mungkin cuma 500 atau 1000, itu sangat membantu mereka disana. Bayangin aja, kalau yang cuma 500 atau 1000 itu ternyata dikalai berribu-ribu orang kan lumayan banget.

Beliau juga bilang bahwa di Palestina sangat banyak realisasi dari infak-infak tersebut, seperti rumah sakit, sekolah umum, sekolah hafizh, ambulans, dan lain-lain. Meskipun begitu, tetap saja masih sangat minim dibandingkan keadaan disana yang sebenarnya. Karena sangat banyak penduduk yang tidak memiliki pekerjaan, beliau menambahkan bahwa saudara-saudara kita jelas masih sangat membutuhkan bantuan dalam segala bentuk, terutama sandang dan pangan, terlebih sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Di musim dingin, jumlah saudara-saudara kita yang meninggal bisa sangat meningkat drastis karena disaat suhu sangat dingin, mereka harus tidur di tenda pengungsian atau di jalan tanpa menggunakan pakaian hangat atau selimut. Miris..ternyata dinginnya kota Bandung memang sangat tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang harus saudara kita rasakan. 

Kedatangan beliau difasilitasi oleh salah satu lembaga yang terkenal dengan kecepatan dan  ketanggapannya membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah, baik dalam maupun luar negeri. Hampir di akhir tausyiah beliau ada kotak infak yang dikelilingkan oleh pihak lembaga tersebut. Dalam hati sih inginnya ngasih banyaaaak banget uang ke kotak tersebut, tapi apa daya..ya seadanya uang di saku saja. Mungkin ada yang berpikir kalau beliau ujung-ujungnya meminta dana. Tapi kalau menurut saya sih nggak apa-apa banget, toh jadi ladang amal kita kan? Bukankah itu salah satu bentuk perjuangan kita di jalan Allah?

Saya punya prinsip yaitu lakukanlah kebaikan pada siapa pun selama kamu mampu, toh kamu juga pasti ingin diperlakukan baik oleh orang lain, gitu. Nggak ada yang menjamin kehidupan kita di negeri ini akan selalu damai sentosa. Kalau kita yang Allah kasih ujian seperti di Palestina, belum tentu kita bisa setegar dan seikhlas mereka.

Apalagi sekarang bulan Ramadhan, segala amal ibadah kita (insya Allah jika ikhlas) pahalanya akan dilipat gandakan. Menolong saudara sesama muslim, insya Allah pahalanya akan semakin berkah. Semoga Allah mudahkan segala urusan saudara-saudara kita di Palestina, juga di seluruh dunia yang mungkin sedang merasakan kezhaliman perang atau kezhaliman yang lain. Semoga Ramadhan tahun ini penuh barakah, setidaknya itu yang saya harapkan dalam kehidupan saya sekarang. Aamiin..