Selasa, 25 Oktober 2016

Comparing Ourselves to Other People-part 1

Saya membuat tulisan ini karena tergerak saat meilhat quote dari dua drama, jepang dan korea. Sebelumnya, saya bahas dikit kali ya inti dua drama ini hehe.

1. Freeter ie o kau

(https://earth-colors.dreamwidth.org/tag/drama+subs:+freeter+ie+wo+kau)
Drama ini menceritakan tentang Seiji Take (diperankan oleh Ninomiya Kazunari dari grup Arashi), seorang pemuda usia 20-an yang hobinya ngundurin diri dari pekerjaan kalau kondisi lingkungannya nggak sesuai dengan "zona nyaman"nya dia. Seiji ini anak bungsu di keluarganya. Kakaknya cantik, nikah sama dokter (kalau nggak salah), tapi hidupnya tertekan karena harus selalu ngikutin peritah ibu mertuanya. Ayahnya keras banget dan hobinya adalah berselisih paham dengan Seiji. Ibunya baik, nurut sama kata suami, sabar, top lah.
 
Hingga di suatu momen saat Seiji males banget cari kerja, ngurung diri di kamar, nggak ada kemauan, nggak ada penghasilan, tiba-tiba ibunya collapse akibat stres yang berlebih (tekanan dari suami, di-bully tetangga,liat kelakuan anak bungsunya yang begitu) dan positif terdiagnosa depresi. Jelas semua anggota keluarga kaget dan susah untuk menerima keadaan ibu yang tiba-tiba sakit, terutama ayah dan Seiji yang menyalahkan satu sama lain.
 
Singkat cerita drama ini menekankan bagaimana Seiji berjuang menghadapi dirinya sendiri, mulai dari mencoba bertahan di pekerjaan yang nggak dia banget (dia inginnya kerja kantoran, tapi takdirnya dia harus kerja di lapangan), bersabar menghadapi kondisi sang ibu, berusaha satu pikiran dengan sang ayah, hingga dia harus mengihlaskan interview kerja di perusahaan yang cukup ternama akibat kondisi sang ibu yang tiba-tiba drop.
 
Drama ini penuh emosi, karena saya cewek otomatis banyak scene yang bikin saya nangis, terutama saat dia curhat (sambil nangis) ke rekan-rekan kerjanya mengenai betapa stresnya dia dalam menghadapi kondisi sang ibu. Selain itu saya juga sangat kagum dengan tokoh Seiji yang sangaaaaat berusaha memperlakukan ibunya sesopan dan se-istimewa mungkin (kalau penasaran, tonton sendiri dan btw, saya rekomendasi banget untuk nonton film-film dan drama yang Ninomiya Kazunari mainkan, aktingnya top!)
Salah satu quote dari darama ini yang paling saya suka adalah ketika Seiji terdiam di depan pc-nya di kamar.
"We've always been comparing ourselves to other people..since when did I start comparing myself to others?"
"Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain..sejak kapan aku mulai membandingkan diriku dengan orang lain?"
Sadarkah kalau dalam hidup ini kita suka membanding-bandingkan orang atau membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain?

2. Another Oh Hae Young

(http://www.inquisitr.com/3175160/another-oh-hae-young-is-the-first-k-drama-by-tvn-to-dominate-its-time-slot-10th-episode-earns-over-10-percent-viewership-rating/)
Kalau drama ini sih ceritanya ro-co banget, jadi inti keseluruhan film ini adalah drama percintaan hahaha. Tapi bukan sisi itunya yang bakal saya bahas, tapi dari kesamaan drama ini dengan drama yang sebelumnya saya bahas. Inti drama ini adalah ada dua cewek yang memiliki nama yang sama, Oh Hae Young. Mereka sekelas pas SMA, tapi yang bikin kebawa emosi yaitu cara teman-teman sekelasnya (juga murid-muri di sekolahnya) memperlakukan kedua Oh Hae Young itu dengan cara yang berbeda. Oh Hae Young yang diperankan oleh Seo Hyun Jin dikenal dengan sebutan "ordinary/plain Oh Hae Young" dengan alasan nggak cantik (padahal menurut saya dia cantik kok), culun, nggak populer (dari segi akademik, sosial, percintaan, dll); sedangkan Oh Hae Young yang diperankan Jeon Hye Bin dikenal dengan sebutan "gold Oh Hae Young" dengan alasan dia lebih top dalam segala hal dibandingkan Oh Hae Young yang satunya lagi.

Saya nggak bakal bahas jalan ceritanya ya, males hahaha (kalau penasaran, nonton aja ya, seru!). Yang bakal saya bahas adalah bagaimana mereka (sesama Oh Hae Young hehe) saling iri dengan kehidupan satu sama lain. Saya bakal bahas dengan menggunakan nama asli mereka ya, biar nggak bingung nuisnya "-.-.

Seo Hyun Jin iri dengan kehidupan Jeon Hye Bin yang selalu dikelilingi cowok-cowok ganteng, banyak yang nembak, kaya, berprestasi, banyak teman, pokoknya populer banget. Dia selalu menjadi korban kalau-kalau ada yang sakit hati dengan Jeon Hye Bin, eh tapi malah dia yang kena balesannya. Misal nih ada episode pas kaca kamar dia dilempar batu sama cowok se-sekolah yang ternyata cintanya ditolak Jeon Hye Bin atau pas dia harus kena bully senior di sekolahnya gara-gara pacar si senior naksir sama Jeon Hye Bin, si another Oh Hae Young. Lewat masa sekolah, eh mereka ketemu lagi di kantor yang sama, dan sudah bisa diduga, Seo Hyun Jin selalu dibanding-bandingkan dengan Jeon Hye Bin, mulai dari paras, jabatan, dan lain-lain.

Nah, sekarang dari sisi Jeon Hye Bin. Meskipun dia tampak sempurnaaaaaa banget di mata Seo Hyun Jin, tapi ternyata ada hal-hal yang dia iri dari kehidupan Seo Hyun Jin. Scene pertama Jeon Hye Bin iri dengan kehidupan Seo Hyun Jin adalah ketika Seo Hyun Jin dirangkul dan diberi nasehat oleh ibunya ketika dia ada di ranking bawah, dia iri karena keluarganya broken home, ketika dia bertemu ibunya untuk memberi tahu kalau dia juara kelas, eh ibunya malah muka datar dan malah ngebahas mau cerai, dan dia keluar kamar sambil nangis sesegukan. Selain itu dia iri dengan kepribadian Seo Hyun Jin yang selalu apa adanya (sedih ya sedih, bahagia ya bahagia) di hadapan orang-orang, kebalikan dengan dia yang harus selalu tampak bahagia dalam keadaan apapun. Dan yang terakhir, yang klimaks banget meskipun endingnya dua Oh Hae Young ini berdamai, dia iri ketika mantan pacarnya akhirnya bakal nikah dengan Seo Hyun Jin, another Oh Hae Young.


Nah, ketangkap kan persamaan dua drama ini? ya, membandingkan hidup kita dengan orang lain, secara sadar maupun tidak. Boleh jadi kita iri dengan kehidupan orang lain, padahal mana kita tahu, ternyata orang yang kita bandingkan ersebut juga iri dengan kehidupan kita.

Dilanjut part 2 yaa..bahas pengalaman pribadi dan mungkin sikap apa yang seharusnya kita ambil..^^

Senin, 15 Agustus 2016

-REMINDER-

Jika semua yang kita kehendaki terus kita miliki, darimana kita belajar ikhlas?
Jika semua yang kita impikan segera terwujud, darimana kita belajar sabar?
Jika setipa do'a kita terus dikabulkan, bagaimana kita dapat belajar ikhtiar?
Mungkin saja dengan keinginan ego kita yang banyak itu hanya akan membuat kita celaka...
Melalaikan kita dari-Nya, menjauhkan kita dari-Nya

Lepaskan sejenak egomu, karena tangan yang menggenggam tidak akan bisa menerima sesuatu yang baru
Bersabarlah...Seseorang yang dekat dengan Allah, bukan berarti tidak ada air mata
Seseorang yang taat pada Allah, bukan berarti tidak ada kekurangan
Seseorang yang taat pada Allah, bukan berarti tidak ada masa-masa sulit

Biarlah Allah yang berdaulat sepenuhnya atas hidup kita, karena Allah tahu saat yang tepat untuk memberikan yang terbaik
Ketika kerjamu tidak dihargai, maka saat itu kita sedang belajar keihlasan
Ketika usahamu dinilai tidak penting, maka saat itu kita sedang belajar kesabaran
Ketika hati terluka sangat dalam, maka saat itu kita sedang belajar memaafkan
Ketika lelah dan merasa kecewa, maka saat itu kita sedang belajar tentang kesungguhan
Ketika merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kita sedang belajar tentang ketangguhan
Ketika harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu kita tanggung, maka saat itu kita sedang belajar tentang kemurahan hati

Tetap semangat! Jaga keikhlasan! Tetap sabar! Tetap tersenyum!
Karena kita sedang menimba ilmu di universitas kehidupan

Allah menempatkan kita di "tempat" sekarang, bukan karena "kebetulan"
Orang yang hebat tidak dihasilkann melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan
Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air mata


(Anonim, dikirim via whatsapp oleh salah satu teman di grup alumni SMA)
*Kata-kata yang selalu dibaca saat depresi menerpa

Minggu, 17 Juli 2016

AKU DAN DEPRESI (BAGIAN 3)

Dulu, saya malu mengakui bahwa saya adalah penderita depresi, karena dalam persepsi saya:mengalami sakit jiwa=orang gila. Emang betul sih saya tampak seperti orang gila, pikiran kemana, jiwa kemana, tapi secara fisik ya kayak orang sehat aja. Tapi sekarang saya nggak mau lagi mengurung diri dalam rasa malu itu. Meskipun blog ini masih anonim dan yang tau mengenai apa yang saya alami hanya beberapa teman dekat saja, at least saya sudah berani mengakui hal tersebut.

Sampai sekarang pun kalau dikatakan sembuh total sih kayaknya belum, kadang masih suka ngalamin sedih berlebih atau sensitif berlebih. Tapi yang selalu membuat saya berusaha bangkit dan terus bangkit adalah limpahan kasih sayang dan perhatian dari Allah melalui orang-orang di sekitar saya. Teman-teman dekat saat kuliah, teman SMA, orangtua, adik angkatan, juga dosen-dosen. Simple sebetulnya. Hanya sekedar bertanya kabar via sms atau whatsapp (terlepas saya bales atau nggaknya hehe) rasanya duh..sebegitu relanya beliau-beliau meluangkan sdikit waktu mereka untuk menghubungi saya, padahal saya pikir saya sudah sangat sangat sangat mengecewakan mereka. Tapi ya itu..cara Allah menolong saya mungkin lewat mereka,yang nggak pernah lelah mengingatkan saya dan nggak pernah meninggalkan saya.

Cerita terakhir, saya ingin bahas sedikit tentang dampak verbal abuse di masa kecil kepada kepribadian seseorang (karena saya juga mengalaminya selama enam tahun di SD).

Sebetulnya verbal abuse tidak selalu berupa kata-kata yang diucapkan secara keras. Meskipun diucapkan secara biasa-biasa, apabila kata-kata tersebut melukai hati si anak, ini juga termasuk verbal abuse, contohnya membandingkan si anak dengan saudaranya atau saat anak mendapat ranking 3 orangtua tidak mengapresiasinya, malah mempertanyakan kenapa si anak tidak menjadi ranking 1.

Yang saya alami sebetulnya lebih ke pengucapan kata yang keras dan bersifat negatif. Meskipun tidak setiap hari, ya setidaknya tiap bulan ada lah verbal abuse tersebut saya alami.

Sebetulnya ini berawal ketika saya (yang entah kenapa tiba-tiba bandel pas kelas 1) mencuci baju kakak sepupu saya. Ya namanya anak kecil, nyucinya juga nggak bilang-bilang (asal comot baju orang) dan pake sabun mandi. Intermezzo, saya dari kelas 1 sampai kelas 6 semester I tinggal bareng di rumah nenek (karena belum punya rumah sendiri) bersama kakak sepupu dan 2 tante saya.

Nah lagi anteng nyuci, tiba-tiba ketahuan oleh kakak sepupu saya. Dari situlah hampir setiap hari saya dimarahi oleh beliau, mulai dari ada alesan yang jelas ataupun tanpa sebab. Apa yang saya lakukan selalu salah di mata beliau. Sakit hati dan pingin nangis sih iya banget..apalagi baru 6 tahun. Tapi karena orangtua saya yang bekerja dan pulang sore setiap hari, kakak saya yang lagi masa puber SMP, dan karena saya tinggal bareng dengan banyak orang, kayaknya nggak sopan aja saya yang 'numpang' mesti nangis-nangis dan ngadu ke keluarga.

Saya pendam terus loh sampai sekarang. Sebetulnya pernah sih cerita ke ibu, tapi entahlah apa beliau masih ingat atau nggak. Alhamdulillahnya dulu saya punya beberapa saudara-saudara sepupu yang seumuran dan tinggalnya deket, jadi ya saya melepas stresnya dengan bermain bersama mereka. Selain itu di rumah nenek ada bibi pembantu yang baiiiiik banget, at least nggak ada orangtua di siang hari toh ada bibi yang selalu ngecek saya setiap saya di rumah.

Pelarian saya yang lain adalah berprestasi sebaik-baiknya di sekolah. Dulu pas SD saya selalu 5 besar, sering ikut perlombaan (menang 1x hehe), dan cukup menonjol di kelas sehingga saya merasa diberi limpahan kasih sayang oleh guru-guru saya. Tapi ada negatifnya juga, salah satu pelarian stres saya di sekolah adalah menjadi 'preman', terutama kepada anak-anak cowok hehe. Sering ngajak berantem, manjat-manjat, mukul-mukul, sampe berantem beneran sama anak SMP (karena SD saya di bawah yayasan yang juga menaungi SMP, SMA, dan perguruan tinggi) gara-gara ngegangguin anak SD pas mau shalat berjamaah. Ah pokoknya tomboy banget. Dan sampe sekarang kalau reunian SD, anak-anak cowok masih aja ngebahas masa lalu saya dan selalu bilang 'ga percaya' sama penampilan saya yang sekarang (rok+jilbab panjang).

Singkat cerita, semakin lama kekerasan tersebut semakin berkurang dan saya pun akhirnya pindah rumah. Dan alhamdulillahnya beliau sekarang sudah menikah dan sangat sayang kepada istri dan anak tirinya . Sakit hati sih nggak, memaafkan juga Insya Allah sudah. Tapi memang dampak yang saya alami nggak bisa saya hindari.

Dampak yang saya alami yang pasti adalah rendah diri, penyendiri, susah bersosialisasi dengan lingkungan yang 'diluar zona nyaman', dan sering meng-under estimate-orang lain. Itu semua saya alami loh sampai sekarang, terutama penyendiri dan susah bersosialisasi. Meskipun semakin berkurang, tapi kadang masih suka aja tiba-tiba muncul dengan sendirinya.

Tapi ya Alhamdulillah.. Allah ngebimbing saya ke lingkungan yang terbaik untuk saya. Saya Sd di Sd islam, pas SMP ikut rohisnya, SMA juga ikut rohis, pun pas kuliah juga ikut rohis. Perlahan-lahan saya terwarnai dengan nilai-nilai positif yang ada di rohis. Ah, jadi kangen masa-masa itu hehe.

Yah..intinya saya belum 100% pulih, saya yakin itu. Tapi saya juga yakin seiring berjalannya waktu saya akan Allah sembuhkan dengan cara terbaik. Yang berlalu biarlah berlalu, siapa tau bisa jadi cerita menarik buat anak cucu atau juga mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk siapapun yang kebetulan kenal saya, tau siapa si saya ini, ataupun untuk orang-orang yang mungkin tidak sengaja membuka blog ini.

Sedikit titip pesan, kalau kamu mengalami gangguan jiwa seperti saya, jangan takut untuk bercerita pada orang yang paling kamu percaya, atau kalau perlu ya datangilah psikolog atau psikiater, karena semakin dipendam bakala semakin parah. Jangan malu dengan apa yang kamu hadapi. Selalu ingatkan diri bahwa yang kamu alami adalah ujian dari Allah, karena Allah sangat merindukan tangisan dan do'a-do'a darimu kepada-Nya, dan karena kita punya Allah, ya yang akan meyembuhkan pun hanya Allah.

Terakhir, kalau kamu punya teman atau saudara yang mungkin secara fisik baik-baik saja tapi dia tampak lesu ga jelas, pemurung, sering sedih dll, jangan pernah tinggalin dia. Temani dia selalu, tanpa lelah, tanpa putus asa. Dengarkan dia, nasihati dia dengan cara yang halus, dan selalu tanya kabarnya terlepas dia memalas atau tidak (pengalaman beuuuud).

Yuk ah peka terhadap orang-orang di sekitar kita. Kita hidup bersosial loh, jangan pengen hepi-hepi sendiri disaat orang lain lagi mengalami kesusahan. Plus terakhir banget nih, jadilah dirimu seorang teman yang selalu ada saat temanmu membutuhkan, hepi bareng+sedih bareng, sellalu ada di setiap momen hidup temanmu. :)

Semoga bermanfaat..semoga Allah sehatkan selalu jasmani dan rohani kita semua :)

 

Jumat, 24 Juni 2016

#Ramadhan2016#ShareStory2#

Memasuki hari ke-19 Ramadhan di tahun 2016 rasanya semakin menyadarkan saya betapa begitu cepatnya Ramadhan ini berlalu. Masih banyak ibadah yang belum maksimal saya lakukan, padahal niatnya sih ingin betul-betul pol dalam melakukan segala ibadah. Meskipun begitu, ada satu hal yang sangat berbeda dari Ramadhan tahun lalu. Kalau tahun lalu rasanya saya masih berada di keterpurukan akibat depresi, di tahun ini keinginan saya untuk bangkit sangat tinggi sehingga dalam setiap do'a selalu saya sisipkan keinginan saya untuk sembuh.

Itulah sakit jiwa, tidak ada orang yang tahu. Kalau yang sakit fisik kita, tentu orang lain dengan mudah mengetahuinya. Tapi kalau yang berpenyakit itu jiwa kita, siapa yang sangka? Orang lain bisa saja meng-underestimate kita karena secara fisik tampak sehat. Sedikit melenceng, karena saya pernah (dan masih) mengalami salah satu jenis penyakit jiwa, saya jadi kepingin punya anak yang berprofesi sebagai psikolog atau psikiater, karena menurut saya membantu orang yang jiwanya terganggu sungguh bukanlah perkara mudah. (kalau-kalau ada psikiater atau psikolog yang baca, btw saya sangat kagum dengan anda!!)

Balik lagi ke Ramadhan 2016, jujur Ramadhan kali ini penuh naik turun emosi. Bukan artian saya gampang marah, tapi lebih ke jiwa sensitif saya yang diuji. Jadi singkat cerita, karena depresi yang saya alami ini sudah berlangsung sejak tahun 2011-an, alhasil banyak aktivitas saya yang terganggu, termasuk skripsi saya. Jujur, orangtua saya tidak pernah tahu apa yang saya alami, yang mereka tahu adalah kalau anaknya ini baik-baik saja. Tentang skripsi pun mereka tidak banyak bertanya, entah karena terlalu percaya ataupun kelewat cuek, saya juga tidak tahu. Hingga tiba-tiba di awal Ramadhan ini, ayah saya tiba-tiba menanyakan masalah akademik saya. Ya memang beliau mudah sekali emosi, sambil marah-marah beliau menanyakan skripsi saya, sambil bilang mau nekad ke kampus untuk menghadap dosen pembimbing saya.

Lah, dalam hati saya bilang gini "Ayah sama ibu sama sekali nggak tahu apa yang saya hadapi. Lagian baru ngeh kalau skripsi saya nggak kelar-kelar? Baru sekarang ada niatan kayak gitu? kemana aja..". Karena sakit hati, saya tegas bilang kepada ayah saya "Nggak usah!". Zzzz..bener-bener sahur yang mencekam. Habis cekcok sahur itu, lumayan lah sekitar dua hari nggak ngomong sama ayah, walaupun ayah keliatan banget pdkt buat baikan.

Habis selisih paham pas sahur itu, saya langsung tahajud dengan tujuan curhat sama Allah, ingin minta yang terbaik. Aduh, rasanya sakit hatinya makin keluar pas cerita sama Allah. Sambil nangis-nangis dan hidung yang meler (hehe). Sambil nunggu adzan subuh saya pol-polin banget pokoknya curhat sama Allah. Saya yang udah putus asa, bingung mau apa, udah gak jelas arah hidupnya pokoknya minta Allah tunjukkin jalan yang bener-bener Allah ridhai.

Kejadian itu kira-kira terjadi di hari ke-4 Ramadhan, masih awal banget kan? Dan hari ini, di hari ke-19 Ramadhan Allah bener-bener jawab setiap do'a dan tangisan saya. Tiba-tiba aja dosen pembimbing saya datang ke rumah. Ya Allah begitu bertemu beliau refleks saya cuma bisa memeluk beliau, menangis dan meminta maaf pada beliau. Begitu mudahnya Allah menolong hamba-Nya, padahal saya baru mendekat sedikit pada-Nya, itu juga kadang masih suka mulai ngejauh lagi. Speechless..saya cuma bisa duduk mendengarkan nasihat beliau. Beliau sangat ingin melihat saya lulus, karen beliau tahu saya bukan mahasiswa yang bermasalah dalam nilai akademik. Beliau sangat memperjuangkan saya, bener-bener seperti anak atau adik beliau.

Intinya saya masih terselamatkan dari drop out, kata yang selalu menjadi mimpi buruk saya sejak beberaa bulan terakhir. Gantinya, saya harus mau untuk banting tulang selama 1,5 bulan kedepan, merelakan waktu leha-leha saya. Setelah mengantar beliau pulang, saya langsung sujud syukur pada Allah..begitu mudah jika Allah meridhoi hamba-Nya mendapat pertolongan, padahal beberapa jam yang lalu saya masih berada dalam kekalutan. Memang seterusnya adalah keputusan saya, tapi dari apa yang terjadi hari ini sangat-sangat menyadarkan saya bahwa saya tidak mau lagi tidak melibatkan Allah dalam hidup saya. Ada janji yang harus saya tepati kepada orangtua saya, kedua dosen pembimbing saya, kepada dosen-dosen juga bapak ibu yang memperjuangkan saya di kampus, kepada teman-teman saya, juga pastinya kepada Allah.

Sambil menulis, masih ada rasa haru kalau teringat kejadian tadi siang. Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengabul Do'a, Maha Pengampun, dan Maha Segalanya..
Semoga hari-hari yang akan saya jalani selanjutnya akan selalu penuh syukur pada-Nya. Saya ingin Ramadhan tahun ini betul-betul menjadi Ramadhan terindah dalam 24 tahun kehidupan saya. Masih ada niatan ingin i'tikaf..semoga Allah sehatkan saya dan semoga Allah mudahkan segala urusan saya..aamiin.

Selasa, 21 Juni 2016

#Ramadhan2016#ShareStory1#

Selasa siang saya sengaja pergi keluar rumah untuk melepaskan penat, hitung-hitung berusaha menghindari kekambuhan depresi saya. Sebetulnya sih selama Ramadhan ini emosi saya cenderung stabil, tapi tetep aja kadang-kadang gejala menuju 'kesana' suka muncul tiba-tiba. Saya keluar rumah sengaja dekat-dekat waktu dzuhur, sengaja ingin ikut shalat berjamaah di salah satu masjid di kota Bandung. Selain suasana Ramadhannya berasa banget dan banyak orang yang shalat berjamaah, saya sengaja menantikan tausyiah ba'da dzuhur dari ustad. Lumayan kan charge jiwa gratis, biar adem.

Setelah shalat, saya tetap duduk di tempat menunggu sang ustad memberikan tausyiah. Eh tanpa disangka ternyata hari itu yang memberikan tausyiahnya orang spesial, seorang syekh dari Palestina. Beliau bernama Syekh Aiman. Terlepas apakah beliau terkenal atau tidak, saya pribadi merasa beruntung banget bisa mendengar tausyiah dari seorang syekh asal negeri yang selalu Allah ceritakan dalam Al-Qur'an.

Suara beliau adeeeem banget. Meskipun saya nggak paham beliau ngomong apa (tapi ada penerjemah sih) dan bahasa arabnya sangat cepat, tapi Masya Allah, lembut sekali beliau berbicara. Di balik mimbar beliau berbagi cerita dan berusaha menyamakan paham antar muslim mengenai Palestina. 

Beliau menceritakan tentang keadaan Palestina sekarang, yang menurut saya ternyata jauh lebih membuat hati miris dibandingkan apa yang saya ataupun media-media bayangkan. Beliau dan keluarga kini mengungsi ke Yordania karena rumah mereka sudah hancur. Beliau juga menceritakan bahwa kondisi Palestina sangatlah menyedihkan, mulai dari jatah listrik yang hanya menayala 2 jam/hari, 60% penduduk yang pengangguran, minimnya fasilitas kesehatan, sulitnya pasokan air bersih karena pipa-pipa air dalam tanah distop oleh zionis, tidak adanya ekspor impor sehingga mereka sangat kekurangan bahan pangan dan pakaian, dan masih banyak lagi. Saya yang mendengar dan membayangkannya saja sudah membuat saya beristighfar, betapa kehidupan saya disini begitu melimpah dibandingkan saudara-saudara kita di Palestina, terutama jalur Gaza.

Tapi yang membuat saya kagum adalah keistimewaan para muslim di Palestina yang pasti semuanya adalah Hafizh (iri berat!). Dalam kondisi perang dan listrik yang hanya menyala selama 2 jam, mereka semua bisa hafal al-Qur'an. Lah saya, juz 30 saja masih gampang lupa jika tidak rajin murojaah. Tapi ya itulah keistimewaan yang Allah beri pada mereka. Untuk menghadapi zionis tentu tidak hanya dibutuhkan fisik yang kuat, tapi juga sangat membutuhkan keimanan yang sangat tebal dan kuat. Selain hafizh, sudah terbukti bahwa mereka jelas sangat memiliki mental yang kuat (iri..sangat iri).

Beliau juga mengatakan bahwa setiap hari para penduduk Palestina selalu berdo'a tanpa henti agar Allah menyegerakan kemenangan umat Islam atas penindasan zionis selama ini. Ya, umat islam. Karena yang sedang dilanda perang adalah negeri yang Allah cintai lho. Disanalah kiblat pertama umat islam berada, Masjil Aqsha..bukankah seharusnya itu membuktikan bahwa kemenangannya adalah tanggung jawab seluruh umat islam di dunia?

Mungkin saya juga kebanyakan muslim  di dunia banyak yang bingung harus membantu dengan cara apa. Tapi beliau menegaskan "Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan yang anda-anda berikan. Nama Indonesia sangat kami kenal disana, meskipun kami tidak pernah bertemu dengan anda-anda, saudara kami, secara langsung. Ingatlah bahwa harta yang anda berikan untuk membantu kami adalah bentuk perjuangan anda di jalan Allah. Mewakili saudara-saudara saya di Palestina saya mengucapkan Jazakallah khairan katsiran." Ya Allah, rasanya pengen nangis denger syekh bilang gitu. Ternyata infak kita yang mungkin cuma 500 atau 1000, itu sangat membantu mereka disana. Bayangin aja, kalau yang cuma 500 atau 1000 itu ternyata dikalai berribu-ribu orang kan lumayan banget.

Beliau juga bilang bahwa di Palestina sangat banyak realisasi dari infak-infak tersebut, seperti rumah sakit, sekolah umum, sekolah hafizh, ambulans, dan lain-lain. Meskipun begitu, tetap saja masih sangat minim dibandingkan keadaan disana yang sebenarnya. Karena sangat banyak penduduk yang tidak memiliki pekerjaan, beliau menambahkan bahwa saudara-saudara kita jelas masih sangat membutuhkan bantuan dalam segala bentuk, terutama sandang dan pangan, terlebih sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Di musim dingin, jumlah saudara-saudara kita yang meninggal bisa sangat meningkat drastis karena disaat suhu sangat dingin, mereka harus tidur di tenda pengungsian atau di jalan tanpa menggunakan pakaian hangat atau selimut. Miris..ternyata dinginnya kota Bandung memang sangat tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang harus saudara kita rasakan. 

Kedatangan beliau difasilitasi oleh salah satu lembaga yang terkenal dengan kecepatan dan  ketanggapannya membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah, baik dalam maupun luar negeri. Hampir di akhir tausyiah beliau ada kotak infak yang dikelilingkan oleh pihak lembaga tersebut. Dalam hati sih inginnya ngasih banyaaaak banget uang ke kotak tersebut, tapi apa daya..ya seadanya uang di saku saja. Mungkin ada yang berpikir kalau beliau ujung-ujungnya meminta dana. Tapi kalau menurut saya sih nggak apa-apa banget, toh jadi ladang amal kita kan? Bukankah itu salah satu bentuk perjuangan kita di jalan Allah?

Saya punya prinsip yaitu lakukanlah kebaikan pada siapa pun selama kamu mampu, toh kamu juga pasti ingin diperlakukan baik oleh orang lain, gitu. Nggak ada yang menjamin kehidupan kita di negeri ini akan selalu damai sentosa. Kalau kita yang Allah kasih ujian seperti di Palestina, belum tentu kita bisa setegar dan seikhlas mereka.

Apalagi sekarang bulan Ramadhan, segala amal ibadah kita (insya Allah jika ikhlas) pahalanya akan dilipat gandakan. Menolong saudara sesama muslim, insya Allah pahalanya akan semakin berkah. Semoga Allah mudahkan segala urusan saudara-saudara kita di Palestina, juga di seluruh dunia yang mungkin sedang merasakan kezhaliman perang atau kezhaliman yang lain. Semoga Ramadhan tahun ini penuh barakah, setidaknya itu yang saya harapkan dalam kehidupan saya sekarang. Aamiin..

Rabu, 25 Mei 2016

AKU DAN DEPRESI (BAGIAN 2)

Awalnya saya tidak menyadari bahwa yang saya alami adalah depresi. Saya pikir ini hanya stres biasa saja yang lama kelamaan pasti akan hilang dengan sendirinya. Tapi saya mulai curiga saat stres yang saya alami terasa tidak berujung, malah timbul gejala lain seperti : takut keluar rumah, anti sosial, susah tidur atau kebanyakan tidur, bangun tidur terasa lelah dan cemas tanpa sebab, maunya menyendiri di kamar, emosi sangat-sangat labil (lebih labil dibandingkan PMS), dan gejala lainnya. Karena saya penasaran, akhirnya saya google-ing dan menyimpulkan bahwa yang saya alami ini adalah depresi.Respon saya saat mencari tau hingga menyimpulkan apa yang saya alami adalah hanya diam, agak kaget, dan bertanya pada diri sendiri “Kok bisa?Kenapa saya?” (karena dalam pikiran saya, depresi itu hanya ada di film-film yang saya lihat maupun buku-buku yang saya baca). 

Depresi yang saya alami ini awalnya hanya stres biasa yang berawal dari pertengahan 2011, tapi karena terakumulasi, jadilah penimbunan stres yang berujung depresi. Pada tahun 2011, ada beberapa kejadian yang membuat saya stres. Kalau masalah akademik sih sudah saya sisihkan karena sudah saya anggap makanan sehari-hari (saya kuliah di jurusan yang setiap hari ada laporan dan praktik). Tapi ternyata dengan padatnya akademik, orangtua saya sakit, kakak saya nikah, dan pressure di amanah saya di organisasi membuat saya limbung. Loh, harusnya kan bahagia kakaknya nikah? Saya bahagia kok akhirnya kakak kesayangan saya menemukan jodohnya. Tapi yang membuat saya terkadang suka sakit hati (bahkan kalau tiba-tiba ingat masih suka terasa agak sakit) adalah kurangnya kakak saya membantu saya dalam menyiapkan mental saya untuk ditinggal dan untuk jadi anak ‘satu-satunya’ di rumah.

Ketika saya tanya pada ibu saya kemarin-kemarin tentang gimana cara kakak saya mengutarakan niatnya mau menikah (sekalian kode cari bayangan kalau saya mau menikah nanti harus gimana hehe), ibu saya bilang “Kakak tiba-tiba aja ngasih keputusan ingin nikah tanggal segitu bulan segitu, nggak diskusi dulu sama orangtua”. Memang sih kakak saya sudah sering mengenalkan pacarnya, tapi tetap saja dalam pandangan saya dan orangtua saya pernikahan mereka berasa kurang diskusi. Belum lagi ayah saya bolak-balik UGD dan akhirnya haru dirawat di rumah sakit. Pening rasanya kepala saya. Kakak saya jarang ada di rumah karena sibuk mempersiapkan pernikahan (walaupun tetap gantian jaga ayah di rumah sakit) dan sebagai anak satu-satunya yang ada di rumah mau tidak mau hanya sayalah tempat curhatan ibu saya, padahal saat itu rasanya saya juga ingin berkeluh kesah kepada orang lain.

Dengan dua kondisi itu, saya juga tertekan dengan amanah saya di kampus. Kebetulan amanah itu hanya dipegang beberapa orang dengan kondisi ketuanya yang kurang sigap, teman-teman yang lain yang susah diajak bekerja sama membuat saya semakin stres. Kenapa stres?karena yang saat itu yang paham mengenai amah tersebut hanya saya (karena saya juga ada di amanah tersebut pada tahun sebelumnya), belum lagi pertanyaan-pertanyaan dari ketua organisasi paling tinggi, dari senior-senior, dari badan penilai organisasi, dan orang-orang lainnya. Ketika saya cerita pada teman saya pun responnya tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan, walaupun saya tau mungkin mereka juga memiliki masalah yang tidak saya ketahui.

Yang bisa saya lakukan di depan mereka semua adalah berdiri dengan menggunakan ‘topeng saya baik-baik saja’. Saya berlagak kuat dengan semua tekanan itu dengan menebar senyuman palsu ke orang-orang.
Sebetulnya sih kalau ayah saya tidak manja berlebihan (dalam arti begini, beliau memang sedang sakit, tapi yang saya dan keluarga inginkan adalah mau menuruti apa saran dokter, mau makan makanan sehat..katanya ingin sehat, tapi keras kepala) mungkin saya tidak merasa terlalu penat. Tapi dengan timbal balik yang beliau berikan, ibu yang bersandar pada saya, kakak yang sibuk mengurusi pernikahan membuat saya bingung harus dengan cara apa saya menyalurkan stres saya ini. Saya teringat sms dari pacar kakak saya (sekarang sih kakak ipar saya hehe) yang kalau saya ingat masih suka bikin hati saya agak sakit.

Jadi waktu itu ayah mengeluh saya ingin ketemu dengan kakak saya (karena kakak jarang pulang untuk urus-urus pernikahan). Akhirnya saya sms kakak saya dan saya juga agak curhat ke kakak saya tentang kesepian saya. Saya lupa apakah kakak saya balas atau tidak dan kalaupun dibalas, saya lupa isi smsnya apa. Entah beberapa jam atau hari kemudian (saya lupa), pacar kakak saya mengirim sms kepada saya yang isinya kira-kira “Dek coba handle dulu sendiri ya, kasian kakak lagi sibuk buat urus ini itu”. Jleb..ya Allah rasanya sakit banget. Saya tahu maksud beliau sangat baik dan beliau tidak ada maksud menyakiti hati saya. Tapi di saat itu, saat saya butuh tempat bersandar yang saya pikir hanya kakak saya, mendapat sms seperti itu kontan membuat saya menangis. “Kan wajar ini sms adik kepada kakaknya, tapi kok malah ditanggapi seperti itu” pikir saya. 

Akhirnya singkat cerita kakak saya pun menikah dan alhamdulillah ayah pun sudah keluar dari rumah sakit. Berpisah dengan kakak adalah hal yang sangat meyakitkan dan menyedihkan buat saya (padahal cuma ditinggal menikah dan masih tinggal di kota yang sama). Di akhir acara pernikahan sebelum berpisah, saya memeluk kakak saya sambil menangis. Rasanya sakit ternyata berpisah dengan kakak.

Intermezzo, alasan saya sampai menangis saat ditinggal kakak menikah karena saya dengan kakak sangat dekat. Beliau adalah kakak saya satu-satunya. Kebanyakan katanya cinta pertama seorang perempuan adalah ayahnya, tapi untuk saya cinta pertama saya adalah kakak saya (dan kalau diingat-ingat kecengan-kecengan saya secara fisik mirip kakak saya). Saya memang tidak terlalu dekat dengan ayah saya, jadi mungkin cinta pertama saya teralihkan pada sosok kakak saya. Sebagai kakak laki-laki, beliau tidak jarang keras kepada saya dan bercandanya yang sering membuat saya sakit hati. Tapi di sisi lain beliau sangat sering bermain dengan saya (main gulat-gulatan, kartu, dan mainan-mainan yang nggak cewek banget lainnya), bermain gitar dan bernyanyi bersama, membaca komik atau nonton tv bersama (karena umumnya selera bacaan dan tontonan kami sama, kecuali nonton bola ‘orang’ bukan kartun), dan mayoritas punya kesukaan yang sama (suka kucing, suka masak, dan lain-lain). 

Ada satu momen dimana saya sangat-sangat melting  dengan perlakuan kakak saya terhadap saya. Satu waktu tidak sengaja jari tangan saya tertusuk pisau yang tersembunyi di bawah koran. Karena agak dalam, jelas darah yang keluar pun sangat banyak. Saya hanya diam karena efek kaget tertusuk pisau ditambah melihat darah yang keluar. Setelah agak ‘sadar’ saya cuma refleks mau ke kamar mandi untuk mencuci jari tersebut dan setelahnya mau diberi betadine. Mungkin kakak saya ikut-ikutan kaget, refleks beliau keluar rumah memotong lidah buaya untuk menyembuhkan luka saya. Menurut beliau yang dulunya pernah ikut palang merah, lendir lidah buaya bisa menyembuhkan luka. Duh terharu..rasa-rasanya ingin nangis di depan kakak, tapi gengsi hehe. Waktu itu karena bertepatan dengan Idul Adha (kalau tidak salah), ayah sedang tidak ada di rumah  bantu-bantu di mesjid dan ibu kebetulan sedang menunaikan ibadah haji. Mungkin kakak saya merasa punya tanggung jawab lebih saat itu, sehingga kesigapannya agak membuat saya kaget juga, kok tumben gitu hehe.

Lanjut ke pasca pernikahan kakak, berminggu-minggu setelah kakak menikah, saya masih digelayuti sedih. Masih berpikiran bahwa kakak saya sudah direbut oleh orang lain. Setiap kakak saya akan pulang ke kontrakannya setelah berkunjung dari rumah orangtua, saya pasti menangis (itulah alasan saya tidak pernah mengantar beliau keluar pintu). Tapi lama kelamaan saya bisa menerima dan pandangan saya terhadap kakak ipar saya pun berubah.
(Bersambung...)

Di lanjutan yang berikutnya, saya akan menceritakan akumulasi stres lainnya dan dampak verbal abuse pada saat saya masih kecil yang ternyata juga memicu terjadinya depresi yang saya alami.

Rabu, 18 Mei 2016

Tolong Bawa Aku Ke Syurga

Tulisan ini saya ambil  dari kiriman seorang teman di grup salah satu media sosial. Indah banget :'(. Semoga Allah persatukan saya dengan sahabat-sahabat saya di syurga-Nya kelak..aamiin..


Tolong Bawa Aku ke Syurga

Mengunjungi seorang  teman yang sedang kritis sakitnya, dia menggenggam erat tangan saya, lalu menarik ke mukanya, dan membisikkan sesuatu. Dalam airmata berlinang dan ucapan yang terbata-bata dia berkata "Jika kamu tidak melihat aku di syurga, tolong tanya pada Allah dimana aku, tolonglah aku ketika itu...". Dia langsung terisak menangis, lalu saya memeluknya dan meletakkan muka saya di bahunya. Saya pun berbisik "Semoga Allah mengijabah do'amu..aamiin..aku juga mohon kepadamu jika kau tidak melihatku di syurga, tolong kau tanyakan aku juga...". kami pun menangis bersama, entah untuk berapa lama.

Ketika saya meninggalkan rumah sakit, saya pun terkenang akan pesan beliau. Sebenarnya pesan tersebut pernah disampaikan oleh seorang ulama besar, Ibnu Jauzi, yang berkata kepada sahabatnya sambil menangis "Jika kamu tidak menenmui aku di syurga bersama kamu, maka tolonglah tanya kepada Allah tentang aku : Wahai Rabb kami, si fulan sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau, maka masukkanlah dia bersama kami di syurga". Beliau memberi pesan tersebut bersandarkan sebuah hadits :

"Apabila penghuni syurga telah masuk ke dalam syurga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia, maka mereka pun bertanya kepada Allah ; Ya Rabb, kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia shalat bersama kami, puasa bersama kami, dan berjuang bersama kami..."
Maka Allah berfirman, "Pergilah ke neraka, lalu keluarkanlah sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman, walau hanya sebesar zarrah". (Ibnu Mubarrak dalam kitab Az Zuhd)

Di dalam bersahabat, pilihlah mereka yang membantu kita bukan hanya ikatan dunia saja, tapi juga hingga akhirat kelak... Carilah sahabat-sahabat yang senantiasa mengajak ke majelis ilmu, mengajak berbuat kebaikan, bersama-sama bekerja untuk kebajikan, serta selalu berpesan dengan kebenaran.

Teman yang dicari karena urusan perniagaan saja, teman menonton bola, teman belanja, teman curhat hanya urusan dunia, dan teman-teman lainnya pada ujungnya maut akan memisahkan kita dengan teman-teman tersebut dan masing-masing hanya akan membawa diri sendiri. Tetapi teman yang bertakwa akan mencari kita untuk bersama-sama di syurga...

Maka berkacalah pada diri sendiri, apakah teman-teman kita adalah teman-teman yang akan mengajak kita ke syurga? Atau jangan-jangan teman-teman kita jauh lebih buruk dari diri kita sendiri? Na'udzubillah.. 

Hasan al-bashri berkata :"Perbanyaklah sahabat-sahabat mukminmu, karena mereka memiliki syafa'at pada hari kiamat"


* * *

Siapapun yang tidak sengaja membaca tulisan ini atau bahkan saya sendiri, semoga kita memiliki sahabat-sahabat terbaik yang bisa membawa kita ke syurga-Nya kelak yaa..aamiin..