Minggu, 17 Juli 2016

AKU DAN DEPRESI (BAGIAN 3)

Dulu, saya malu mengakui bahwa saya adalah penderita depresi, karena dalam persepsi saya:mengalami sakit jiwa=orang gila. Emang betul sih saya tampak seperti orang gila, pikiran kemana, jiwa kemana, tapi secara fisik ya kayak orang sehat aja. Tapi sekarang saya nggak mau lagi mengurung diri dalam rasa malu itu. Meskipun blog ini masih anonim dan yang tau mengenai apa yang saya alami hanya beberapa teman dekat saja, at least saya sudah berani mengakui hal tersebut.

Sampai sekarang pun kalau dikatakan sembuh total sih kayaknya belum, kadang masih suka ngalamin sedih berlebih atau sensitif berlebih. Tapi yang selalu membuat saya berusaha bangkit dan terus bangkit adalah limpahan kasih sayang dan perhatian dari Allah melalui orang-orang di sekitar saya. Teman-teman dekat saat kuliah, teman SMA, orangtua, adik angkatan, juga dosen-dosen. Simple sebetulnya. Hanya sekedar bertanya kabar via sms atau whatsapp (terlepas saya bales atau nggaknya hehe) rasanya duh..sebegitu relanya beliau-beliau meluangkan sdikit waktu mereka untuk menghubungi saya, padahal saya pikir saya sudah sangat sangat sangat mengecewakan mereka. Tapi ya itu..cara Allah menolong saya mungkin lewat mereka,yang nggak pernah lelah mengingatkan saya dan nggak pernah meninggalkan saya.

Cerita terakhir, saya ingin bahas sedikit tentang dampak verbal abuse di masa kecil kepada kepribadian seseorang (karena saya juga mengalaminya selama enam tahun di SD).

Sebetulnya verbal abuse tidak selalu berupa kata-kata yang diucapkan secara keras. Meskipun diucapkan secara biasa-biasa, apabila kata-kata tersebut melukai hati si anak, ini juga termasuk verbal abuse, contohnya membandingkan si anak dengan saudaranya atau saat anak mendapat ranking 3 orangtua tidak mengapresiasinya, malah mempertanyakan kenapa si anak tidak menjadi ranking 1.

Yang saya alami sebetulnya lebih ke pengucapan kata yang keras dan bersifat negatif. Meskipun tidak setiap hari, ya setidaknya tiap bulan ada lah verbal abuse tersebut saya alami.

Sebetulnya ini berawal ketika saya (yang entah kenapa tiba-tiba bandel pas kelas 1) mencuci baju kakak sepupu saya. Ya namanya anak kecil, nyucinya juga nggak bilang-bilang (asal comot baju orang) dan pake sabun mandi. Intermezzo, saya dari kelas 1 sampai kelas 6 semester I tinggal bareng di rumah nenek (karena belum punya rumah sendiri) bersama kakak sepupu dan 2 tante saya.

Nah lagi anteng nyuci, tiba-tiba ketahuan oleh kakak sepupu saya. Dari situlah hampir setiap hari saya dimarahi oleh beliau, mulai dari ada alesan yang jelas ataupun tanpa sebab. Apa yang saya lakukan selalu salah di mata beliau. Sakit hati dan pingin nangis sih iya banget..apalagi baru 6 tahun. Tapi karena orangtua saya yang bekerja dan pulang sore setiap hari, kakak saya yang lagi masa puber SMP, dan karena saya tinggal bareng dengan banyak orang, kayaknya nggak sopan aja saya yang 'numpang' mesti nangis-nangis dan ngadu ke keluarga.

Saya pendam terus loh sampai sekarang. Sebetulnya pernah sih cerita ke ibu, tapi entahlah apa beliau masih ingat atau nggak. Alhamdulillahnya dulu saya punya beberapa saudara-saudara sepupu yang seumuran dan tinggalnya deket, jadi ya saya melepas stresnya dengan bermain bersama mereka. Selain itu di rumah nenek ada bibi pembantu yang baiiiiik banget, at least nggak ada orangtua di siang hari toh ada bibi yang selalu ngecek saya setiap saya di rumah.

Pelarian saya yang lain adalah berprestasi sebaik-baiknya di sekolah. Dulu pas SD saya selalu 5 besar, sering ikut perlombaan (menang 1x hehe), dan cukup menonjol di kelas sehingga saya merasa diberi limpahan kasih sayang oleh guru-guru saya. Tapi ada negatifnya juga, salah satu pelarian stres saya di sekolah adalah menjadi 'preman', terutama kepada anak-anak cowok hehe. Sering ngajak berantem, manjat-manjat, mukul-mukul, sampe berantem beneran sama anak SMP (karena SD saya di bawah yayasan yang juga menaungi SMP, SMA, dan perguruan tinggi) gara-gara ngegangguin anak SD pas mau shalat berjamaah. Ah pokoknya tomboy banget. Dan sampe sekarang kalau reunian SD, anak-anak cowok masih aja ngebahas masa lalu saya dan selalu bilang 'ga percaya' sama penampilan saya yang sekarang (rok+jilbab panjang).

Singkat cerita, semakin lama kekerasan tersebut semakin berkurang dan saya pun akhirnya pindah rumah. Dan alhamdulillahnya beliau sekarang sudah menikah dan sangat sayang kepada istri dan anak tirinya . Sakit hati sih nggak, memaafkan juga Insya Allah sudah. Tapi memang dampak yang saya alami nggak bisa saya hindari.

Dampak yang saya alami yang pasti adalah rendah diri, penyendiri, susah bersosialisasi dengan lingkungan yang 'diluar zona nyaman', dan sering meng-under estimate-orang lain. Itu semua saya alami loh sampai sekarang, terutama penyendiri dan susah bersosialisasi. Meskipun semakin berkurang, tapi kadang masih suka aja tiba-tiba muncul dengan sendirinya.

Tapi ya Alhamdulillah.. Allah ngebimbing saya ke lingkungan yang terbaik untuk saya. Saya Sd di Sd islam, pas SMP ikut rohisnya, SMA juga ikut rohis, pun pas kuliah juga ikut rohis. Perlahan-lahan saya terwarnai dengan nilai-nilai positif yang ada di rohis. Ah, jadi kangen masa-masa itu hehe.

Yah..intinya saya belum 100% pulih, saya yakin itu. Tapi saya juga yakin seiring berjalannya waktu saya akan Allah sembuhkan dengan cara terbaik. Yang berlalu biarlah berlalu, siapa tau bisa jadi cerita menarik buat anak cucu atau juga mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk siapapun yang kebetulan kenal saya, tau siapa si saya ini, ataupun untuk orang-orang yang mungkin tidak sengaja membuka blog ini.

Sedikit titip pesan, kalau kamu mengalami gangguan jiwa seperti saya, jangan takut untuk bercerita pada orang yang paling kamu percaya, atau kalau perlu ya datangilah psikolog atau psikiater, karena semakin dipendam bakala semakin parah. Jangan malu dengan apa yang kamu hadapi. Selalu ingatkan diri bahwa yang kamu alami adalah ujian dari Allah, karena Allah sangat merindukan tangisan dan do'a-do'a darimu kepada-Nya, dan karena kita punya Allah, ya yang akan meyembuhkan pun hanya Allah.

Terakhir, kalau kamu punya teman atau saudara yang mungkin secara fisik baik-baik saja tapi dia tampak lesu ga jelas, pemurung, sering sedih dll, jangan pernah tinggalin dia. Temani dia selalu, tanpa lelah, tanpa putus asa. Dengarkan dia, nasihati dia dengan cara yang halus, dan selalu tanya kabarnya terlepas dia memalas atau tidak (pengalaman beuuuud).

Yuk ah peka terhadap orang-orang di sekitar kita. Kita hidup bersosial loh, jangan pengen hepi-hepi sendiri disaat orang lain lagi mengalami kesusahan. Plus terakhir banget nih, jadilah dirimu seorang teman yang selalu ada saat temanmu membutuhkan, hepi bareng+sedih bareng, sellalu ada di setiap momen hidup temanmu. :)

Semoga bermanfaat..semoga Allah sehatkan selalu jasmani dan rohani kita semua :)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar